Akuntansi biaya
PAPER PRODUK BERSAMA (JOINT
PRODUCT) DAN PRODUK SAMPINGAN (BY PRODUCT)
DISUSUN:
KELOMPOK
4
Ø IKA RISDIAN (1101003010025)
Ø MUTHMAINNAH (1101003010061)
Ø RAUDHATUL JANNAH (1101003010017)
D-III AKUNTANSI
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
SYIAH KUALA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegiatan produksi merupakan kegiatan pokok suatu
perusahaan manufaktur. Kegiatan produsi bertujuan untuk menghasilkan suatu
produk yang dibutuhkan oleh konsumen sehingga memberi kontribusi berupa
pendapatan atas penjualan produk hasil produksi tersebut bagi perusahaan. Dalam
kegiatan produksi akan terjadi tahap pengolahan dalam proses hingga bahan baku
dapat didefinisikan secara spesifik kepada produk akhir atau disebut titik
pisah (split of point). Penentuan harga pokok produk bersama dan produk sampingan
tidak memerlukan metode penggolongan dan biaya secara spesifik. Proses produksi
yang dilakukan secara bersama-sama akan menimbulkan biaya bersama serta produk
bersama. Untuk menghitung harga pokok masing-masing produk yang dhasilkan
diperlukan metode untuk memisahkan harga pokok masing-masing produk
.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun pokok permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut
dalam paper ini yaitu sesuai dengam latar belakang diatas bahwa topik
pembahasan adalah metode apa yang digunakan dalam menghitung masing-masing
produk yang dihasilkan dalam proses produksi bersama. Secara khusus pokok
permasalahan dalam paper ini adalah metode apa yang digunakan untuk menghitung
harga pokok produksi Bersama dan Produk Sampingan dan bagaimana akuntansi ataupun perhitungan untuk produk bersama
dan sampingan?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin
didapatkan melalui penulisan paper ini adalah :
a. Mengetahui pengertian dari produk Bersama dan Produk Sampingan
b. Mengetahui dan memahami
metode yang digunakan dalam penghitungan harga pokok produksi Bersama dan Produk Sampingan.
c. Serta untuk mengetahui cara perhitungannya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KONSEP
PRODUK BERSAMA DAN PRODUK SAMPINGAN
Sebelum membahas produk
bersama dan produk sampingan maka harus membahas biaya bersama terlebih dahulu
karena pembagian produk menjadi produk bersama dan produk sampingan bersumber
dari biaya bersama.
Biaya bersama dapat
diartikan sebagai biaya overhead bersama yang harus dialokasikan ke berbagai
departemen, baik dalam perusahaan yang kegiatan produksinya berdasarkan pesanan
ataupun secara massa.
Biaya Produk
bersama juga bisa diartikan sebagai biaya yang dikeluarkan sejak saat
mula-mula bahan baku diolah sampai dengan saat berbagai macam produk dapat
dipisahkan identitasnya. Biaya produk bersama ini terdiri dari biaya bahan
baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik.
Biaya produk bersama
muncul dari produksi secara simultan atas berbagai produk dalam proses yang sama.
Ketika dua atau tiga produk di produksi dari sumber daya yang sama maka akan
terbentuk biaya gabungan. Biaya gabungan terjadi sebelum titik pisah
(split-off). Titik pisah adalah saat
dihasilkannya dua atau lebih produk bersama, dimana pada saat itu produk
bersama bisa langsung dijual atau diproses lebih lanjut.
Biaya bersama digunakan untuk memproduksi
berbagai produk, yaitu
1. Produk Bersama (joint Product)
Produk Bersama adalah beberapa macam
produk yang dihasilkan bersama- sama atau serempak dengan menggunakan satu
macam atau beberapa macam bahan baku, tenaga kerja dan fasilitas pabrik yang
sama dan masukkan (input) tersebut tidak diikuti jejaknya pada setiap macam
produk tertentu. Biaya produk bersama bersifat homogen untuk seluruh
produk sampai pada titik pisah. Nilai jual dari masing-masing produk bersama
relatif sama sehingga tidak ada produk yang dianggap sebagi produk utama dan
produk sampingan.
Contoh: Pabrik penyulingan minyak mentah (crude oil)
menghasikan minyak siap dikonsumsi berupa minyak gasolin, karosine, minyak
diesel (solar), minyak bakar, minyak tanah, dll.
.
2. Produk Sampingan (by-product)
Istilah produk
sampingan digunakan untuk suatu produk yang bernilai total relatif kecil dan
diproduksi secara berbarengan dengan produk yang bernilai lebih besar. Produk
yang nilainya lebih besar biasa disebut dengan produk utama. Produk sampingan
juga bisa diartikan sebagai produk yang bukan tujuan utama operasi
perusahaan tetapi tidak dapat dihindarkan terjadinya dalam proses pengolahan
produk disebabkan sifat bahan yang diolah atau karena sifat pengolahan produk,
kuantitas dan nilai produk sampingan relatif kecil dibandingkan dengan nilai
keseluruhan produk.
Pembedaan produk utama
dan produk sampingan terletak pada nilai jualnya. Jika nilai jual salah satu
produk relatif lebih kecil dari yang lainnya maka dikategorikan sebagai produk
sampingan, sedangkan apabila produk-produk yang dihasilkan relatif sama maka
dikategorikan sebagai produk bersama.
Contoh: pada pabrik penggergajian kayu, kayu lapis dan
papan kayu merupakan produk utama, sedangkan serbuk gergaji dan kayu bakar
merupakan
produk sampingan.
3. Produk sekutu (coproduct)
Produk sekutu dapat
didefinisikn sebagai beberapa macam produk yang dihasilkan dalam waktu
yang sama, tetapi tidak berasal dari proses pengolahan yang sama atau tidak
dari bahan baku yang sama.
Contoh : Pabrik
penggergajian dapat menghasilkan papan kayu dan kayu lapis dari berbagai jenis
kayu log (kayu gelonggongan) yang diproses sehingga macam produk yang
dihasilkan dapat berupa papan kayu jati, kayu meranti, kayu kanfer, begitu pula
dapat dihasilkan kayu lapis jati,meranti atau kanfer.
2.2 Karakteristik Produk Bersama, Produk Sampingan Dan Produk Sekutu
a. Produk bersama
dan produk sekutu merupakan tujuan utama kegiatan produksi.
b. Dengan
mengolah produk bersama, produsen tidak dapat menghindarkan diri untuk
menghasilkan semua jenis produk bersama, jika ingin memproduksi salah satu
diantara prduk bersama tersebut.
c. Produk
diproses secara bersamaan dan setiap produk mempunyai nilai yang relatif sama
antara satu dengan yang lainnya.
d. Setiap
produk mempunyai hubungan fisik yang sangat erat dalam proses produksi. Apabila
terjadi peningkatan kualitas untuk satu unit jenis produk yang dihasilkan, maka
kualitas yang lain akan bertambah secara proporsional.
e. Dalam
produk bersama dikenal istilah Split-Off Point adalah saat
dimana produk-produk tersebut dapat diidentifikasi atau dipisah ke
masing-masing produk secara individual.
f. Setelah Split-Off
Point (titik pisah) tersebut dapat dijual pada titik pisah (secara
langsung) dan dapat juga dijual setelah pisah (setelah proses lebih lanjut)
untuk mendapatkan produk yang lebih menguntungkan. Biaya yang dikeluarkan untuk
memproses produk lebih lanjut disebut biaya proses lanjutan atau biaya
setelah titik pisah (severable cost)
Produk sampingan dapat digolongkan sesuai
dengan dapat tidaknya produk tersebut dijual pada saat terpisah dari produk
utama.
a. Produksi
sampingan yang dapat dijual setelah terpisah dari produk utama, tanpa
memerlukan pengolahan lebih lanjut.
b. Produk sampingan yang
memerlukan proses pengolahan lebih lanjut setelah terpisah dari produk
utama.
2.3 AKUNTANSI PRODUK BERSAMA ( JOINT PRODUCT)
Perusahaan yang menghasilkan produk
bersama pada umumnya menghadapi masalah pemasaran berbagai macam produknya,
karena masing-masing produk mempunyai masalah pemasaran dan harga jual yang
berbeda. Manajemen biasanya ingin mengetahui kontribusi masing-masing produk pada
pendapatan perusahan. Oleh karena itu, perlu diketahui secara teliti biaya yang
dibebankan pada masing-masing produk sebagai dasar perhitungan harga pokok
setiap produk.
Biaya produk bersama dialokasikan ke
setiap produk bersama menggunakan metode nilai pasar, rata-rata biaya
per satuan, rata-rata tertimbang dan unit kuantitatif.
2.3.1 Metode
Nilai Pasar / Nilai Jual Relatif
Metode ini adalah metode yang sangat
populer karena dengan argumennya bahwa harga produk merupakan manifestasi dari
biaya produksinya. Metode ini mengasumsikan bahwa setiap produk yang
dihasilkan dalam proses produksi bersama memilki nilai jual atau nilai pasar
yang berbeda. Perbedaan nilai pasar disebabkan tingkat pemakaian biaya yang
berbeda.
.
Terdapat dua metode dalam metode nilai
jual relatif, yaitu:
1. Metode
nilai pasar saat split-off point
Metode ini digunakan ketika setelah
split-off point tidak ada proses produksi lanjutan dan harga jual
sudah diketahui pada saat itu. Biaya bersama (joint cost) dialokasikan ke masing-masing
produk sesuai dengan perbandingan nilai jualnya terhadap nilai jual
keseluruhan produk bersama.
Contoh :
PT “ABC” memproduksi 3 macam
produk yaitu alfa, beta dan gamma. Biaya bersama yang dikeluarkan
selama satu periode adalah sebsar Rp 20.000.000,00. Jumlah produksi dan harga
jual masing-masing produk tertera pada table berikut:
Produk
|
Jumlah unit
|
Harga unit
|
Alfa
|
5.000
|
Rp 1000
|
Beta
|
10.000
|
Rp 1500
|
Gamma
|
7.000
|
Rp 1300
|
Penyelesaian :
Produk
|
Jumlah unit
|
Harga unit
|
Nilai jual
|
Rasio
|
Alokasi
|
HPP/ unit
|
Alfa
|
5.000
|
1000
|
5.000.000
|
22,62%
|
4.524.000
|
904,8
|
Beta
|
10.000
|
800
|
8.000.000
|
36,20%
|
7.240.000
|
724
|
Gamma
|
7.000
|
1300
|
9.100.000
|
41,18%
|
8.236.000
|
1.176,5
|
Jumlah
|
22.100.000
|
100%
|
20.000.000
|
2. Metode
nilai jual hipotesis
Apabila suatu produk tidak bisa dijual
pada saat titik pisah, maka harga tidak dapat diketahui pada saat titik pisah.
Produk tersebut memerlukan proses tambahan sehingga harga jual tidak dapat
dikethui sebelum dijual (setelah titk pisah). Dasar yang dapat digunakan dalam
mengalokasikan biaya bersama adalah harga pasar hipotesis.
Harga pasar hipotesis adalah nilai
jual suatu produk setelah diproses lebih lanjut dikurangi dengan biaya yang
dikeluarkan untuk memproses lanjutan setelah pemisahan.
Contoh :
Dengan menggunakan data
perusahaan PT. ABC pada contoh soal metode nilai pasar, diketahui biaya proses
lanjutan masing-masing produk adalah sebagai berikut:
Keterangan
|
Produk Alfa
|
Produk Beta
|
Produk Gamma
|
Unit Produksi
|
5.000
|
10.000
|
7.000
|
Harga Jual/unit
|
Rp1.000
|
Rp 800
|
Rp1.300
|
Biaya Proses
lanjutan/unit
|
Rp400
|
Rp 300
|
Rp500
|
Produk bersama
|
Hrg jual/ kg
|
Biaya Tmbhan
|
Nilai jual Hipotesis*
|
Jmlh Prduk
|
Nilai jual
|
Rasio
|
Alokasi ** (20.000.000)
|
HPP /kg
|
Alfa
|
1.000
|
400
|
600
|
5.000
|
3.000.000
|
22,06%
|
4.412.000
|
|
Beta
|
800
|
300
|
500
|
10.000
|
5.000.000
|
36,76%
|
7.352.000
|
735,2
|
Gamma
|
1.300
|
500
|
800
|
7.000
|
5.600.000
|
41,18%
|
8.236.000
|
1.176,6
|
13.600.000
|
100%
|
20.000.000
|
*(Harga jual – biaya
tambahan)
**(rasio x 20.000.000)
2.3.2 Metode rata-rata biaya per satuan
Metode ini berupaya untuk
mendistribusikan total biaya produksi gabungan ke berbagai produk atas dasar
biaya per unit dan Penentuan biaya untuk setiap produk
dihitung sesuai dengan proporsi kuantitas masing-masing produk yang dihasilkan.
Contoh :
Suatu perusahaan menghabiskan
biaya Rp 2.000.000 untuk memproduksi 1000 liter produk dari minyak mentah.
Rata-rata biaya produksi per unit adalah Rp 2.000 (Rp 2.000.000/1000)
Produk
|
Kuantitas
|
Rata-rata biaya per satuan
|
Alokasi biaya bersama
|
Bensin
|
350
|
Rp 2.000
|
Rp 700.000
|
Pelumas
|
250
|
Rp 2.000
|
Rp 500.000
|
Minyak Tanah
|
300
|
Rp 2.000
|
Rp 600.000
|
Solar
|
100
|
Rp 2.000
|
Rp 200.000
|
Jumlah
|
1000
|
Rp 2.000.000
|
2.3.3 Metode
rata-rata tertimbang
metode yang menggunakan bobot sebagai
presentasi dari ukuran besarnya unit, kesulitan pembuatan, waktu yang
dibutuhkan dan sebagainya sebagai dasar untuk mengalokasikan biaya
bersama. Penentuan alokasi biaya bersama pada setiap produk didasarkan
atas perkalian jumlah unit produk dengan angka penimbang, dan hasilnya
digunakan sebagai dasar untuk alokasi.
Contoh :
Dari soal pada metode kedua (metode
rata-rata biaya per satuan), diketahui bobot untuk bensin 4, pelumas 2, minyak
tanah 3 dan solar 1. Alokasi biaya bersamanya sebagai berikut :
Produk
|
Jumlah produk
|
Angka penimbang
|
Jumlah produk x angka penimbang
|
Alokasi biaya bersama(2.000.000)
|
Bensin
|
350
|
4
|
1400
|
Rp 965.517
|
Pelumas
|
250
|
2
|
500
|
Rp344.826
|
Minyak tanah
|
300
|
3
|
900
|
Rp620.689
|
Solar
|
100
|
1
|
100
|
Rp. 68.966
|
Total
|
1000
|
2.900
|
Rp 2.000.000
|
2.3.4 Metode
unit kuantitatif / satuan fisik
Metode kuantitatif berupaya
mendistribusikan total biaya gabungan berdasarkan satuan ukuran tertentu
seperti kilogram, ton, liter, meter dan sebagainya.
Contoh :
Berikut adalah data produk yang dihasilkan
dari satu ton batu bara yang menghabiskan biaya sebesar Rp 1.000.000 :
Produk
|
Kuantitas (pon)
|
Presentase (%)
|
Alokasi Biaya Bersama
|
Kokas
|
1.200
|
60%
|
Rp 600.000
|
Ter Batu Bara
|
300
|
15%
|
Rp 150.000
|
Gas
|
500
|
25%
|
Rp 250.000
|
Jumlah
|
2.000
|
100%
|
Rp 1.000.000
|
2.4 Akuntansi Produk Sampingan (BY PRODUCT)
Dalam
produk sampingan, yang menjadikan permasalahan adalah bagaimana memperlakukan
pendapatan penjualan produk sampingan tersebut. Pengakuan adanya produk
sampingan ini menyangkut perlakuan terhadap harga pokok produk sampingan, biaya
untuk memproses produk sampingan, dan hasil penjualan produk sampingan. Alokasi
biaya bersama kepada produk utama dan produk sampingan pada umumnya dianggap
tidak perlu, karena nilai produk sampingan relatif rendah bila dibandingkan
dengan produk utama. Tetapi dalam kenyataannya ada beberapa metode yang
mengalokasikan biaya bersama kepada produk utama dan produk sampingan.
Metode yang hanya melakukan pencatatan
terhadap hasil penjualan produk sampingan, tanpa menghitung harga pokok produk
sampingan tersebut (metode tanpa harga pokok / Non Cost Method). Dalam metode
ini biaya-biaya produksi hanya dibebankan ke produk utama, kemudian hasil
penjualan produk sampingan dicatat langsung sebagai pendapatan / pengurang
terhadap biaya-biaya produksi.
Dalam metode ini terdapat beberapa cara perlakuan
terhadap hasil penjualan produk sampingan sebagai berikut :
a) Hasil penjualan produk sampingan
diperlakukan sebagai pendapatan lain-lain / pendapatan diluar usaha.
b) Hasil penjualan produk sampingan
diperlakukan sebagai tambahan terhadap hasil penjualan produk utama. Dengan
demikian dalam cara ini pendapatan usaha bertambah.
c) Hasil
produk sampingan diperlakukan mengurangi harga pokok penjualan.
d) Hasil
penjualan produk sampingan diperlakukan mengurangi total biaya produksi.
e) Nilai pasar produk sampingan
dikurangkan ke total biaya produksi (Metode Nilai Pasar / reversal Cost Method)
Metode yang membebankan biaya-biaya produksi ke produk
utama dan produk sampingan (Metode Harga Pokok / Cost Method). Dalam metode ini
biaya-biaya produksi dialokasikan baik ke produk utama maupun produk sampingan.
Sedangkan harga pokok produk sampingan ditetapkan sebesar harga beli / nilai
pengganti (Replacement Cost) yang berlaku di pasar. Harga pokok tersebut di
kredit perkiraan “ Barang Dalam Proses Bahan Baku ”. Dengan demikian biaya
produksi (bahan baku) untuk produk utama berkurang.
2.4 1 Metode Tanpa Harga Pokok
Metode tanpa harga
pokok dibagi menjadi 2 macam:
- Produk
sampingan dapat langsung dijual pada saat saat titik pisah (split-offpoint) atau pengakuan atas pendapatan kotor.
Metode
ini memperlakukan penjualan produk sampingan berdasarkan penjualan kotor. Hal
ini dilakukan karena biaya persediaan final dari produk utama dianggap terlalu
tinggi sehingga menanggung biaya yang seharusnya dibebankan pada produk
sampingan. Dalam metode ini penjualan atau pendapatan produk sampingan dalam
laporan laba rugi dapat dikategorikan sebagai berikut :
- Pendapatan Penjualan Produk Sampingan Diperlakukan
Sebagai Pendapatan Di Luar Usaha.
Dalam metode ini pendapatan yang diperoleh dari penjualan
produk sampingan dikurangi dengan penjualan returnya dicatat pada rekening
“Pendapatan Penjualan Produk Sampingan” dan pada akhir periode akuntansi
ditutup ke rekening Rugi Laba. Rekening Penjualan Produk Sampingan dicantumkan
dalam laporan rugi laba kelompok penghasilan diluar usaha.
Metode ini tidak mencoba menentukan harga pokok produk
sampingan. Metode ini cocok digunakan dalam perusahaan yang:
a. Nilai produk sampingannya tidak begitu penting atau tidak
dapat ditentukan
b. Penggunaan metode yang lebih teliti memerlukan biaya yang tidak sebanding
dengan manfaat yang di peroleh.
c. Saat terpisahnya produk
sampingan dari produk utama tidak begitu jelas dan pembebanan harga
pokok produk sampingan kepada produk utama tidak sebanding dengan manfaat yang
diperoleh.
Keberatan penggunaan metode ini adalah:
a. Apabila akhir periode akuntansi
terdapat persediaan produk sampingan, maka timbul masalah penilaian
persediaan untuk tujuan pembuatan neraca perusahaan.
b. Dapat mengakibatkan penandingan
pendapatan dengan biaya tidak dalam periode yang tepat.
Contoh:
Diketahui data
dari kegiatan operasional perusahaan “ABC” sebagai berikut:
Unit Unit Produksi Produk
Utama
|
16.200 unit
|
Unit Unit Penjualan Produk
Utama
|
13.500 unit
|
Unit Unit Persediaan Awal Produk
Utama
|
500 unit
|
Har
Unit Jual per Unit
|
Rp.
700
|
Biay Harga produksi/unit
produk utama
|
Rp
500
|
Hasi Hasil Penjualan Produk
Sampingan (2.000 x Rp 300)
|
Rp Rp. 600.000
|
Beb Beban Pemasaran dan
Administrasi Produk Utama
|
Rp2 Rp 2.925.000
|
PT. ABC
Laporan Laba Rugi
Periode 31 Desember 2000
Penjualan produk
utama Rp 10.125.000
Harga Pokok
Penjualan :
Persediaan awal
(500xRp
500)
Rp 250.000
Total biaya
produksi (16.200 x Rp 500) Rp 8.100.000
+
Tersedia
dijual Rp 8.350.000
Persediaan
akhir (3.200 x Rp 500) Rp 1.600.000 -
Rp 6.750.000-
Laba
Kotor Rp 3.375.000
Beban pemasaran
dan
administrasi Rp 2.925.000-
Laba
operasi Rp 450.000
Pendapatan
lain-lain :
Pendapatan
penjualan produk sampingan Rp 600.000+
Laba sebelum
pajak Rp 1.050.000
Pendapatan
penjualan produk sampingan dijadikan sebagai pendapatan lain-lain sehingga akan
menambah laba operasi secara langsung.
b) Pendapatan penjualan produk sampingan dicatat
sebagai tambahan pendapatan penjualan produk utama.
Metode
ini merupakan variasi dari metode pertama. Semua biaya produksi dikurangkan
dari pendapatan penjualan semua produk (baik utama maupun sampingan) untuk
mendapatkan laba bruto. Dalam metode ini tidak ada alokasi biaya bersama
seperti dalam metode pertama. Dengan menggunakan data perusahaan “ABC”, maka
laporan laba-rugi menggunakan metode ini akan tampak sebagai berikut:
PT. ABC
Laporan Laba Rugi
Periode 31 Desember 2000
Penjualan Rp 10.125.000
Pendapatan
penjualan produk
sampingan Rp 600.000+
Penjualan
bersih Rp 10 725 000
Harga Pokok
Penjualan :
Persediaan awal
(500xRp
500)
Rp 250.000
Total biaya
produksi (16.200 x Rp
500) Rp 8.100.000 +
Tersedia
dijual Rp 8.350.000
Persediaan akhir
(3.200 xRp 500) Rp 1.600.000 -
Rp 6.750.000-
Laba
Kotor Rp 3.975.000
Beban pemasaran
dan
administrasi Rp 2.925.000-
Laba
operasi Rp 1.050.000
Dari
laporan laba rugi diatas, ditampilkan Rp 600.000 dari penjualan
produk sampingan sebagai tambahan penjualan produk utama. Akibatnya total
pendapatan menjadi Rp 10.725.000,00. Sedangkan angka lainnya
tetap sama.
c) Pendapatan penjualan produk
sampingan dicatat sebagai pengurang harga pokok penjualan.
Dari
data perusahaan “ABC”, jika
dibuat laporan laba-rugi dengan metode in maka akan menjadi:
PT. ABC
Laporan Laba Rugi
Periode 31 Desember 2000
Penjualan Rp 10.125.000
Harga
Pokok Penjualan :
Persediaan
awal (500xRp
500) Rp 250.000
Total
biaya produksi (16.200 x Rp 500) Rp 8.100.000 +
Tersedia
dijual Rp 8.350.000
Persediaan
akhir (3.200 x Rp
500) Rp 1.600.000 -
Harga
pokok
penjualan Rp 6.750.000
Pendapatan
penjualan produk sampingan Rp 600.000 -
Rp 6.150.000 -
Laba
Kotor Rp 3.975.000
Beban
pemasaran dan
administrasi Rp 2.925.000 -
Laba
operasi Rp 1.050.000
Dalam
kasus ini,
HPP = Hasil produk sampingan – harga pokok penjualan
= Rp 600.000 – Rp 6.150.000
= Rp 6.150.00
(HPP sebelum dikurangkan
sebesar Rp 6.750.000).
d) Pendapatan penjualan produk sampingan dicatat
sebagai pengurang total biaya produksi.
Pada
metode ini, hasil penjualan produk sampingan sebesar Rp600.000 dikurangkan pada total biaya
produksi sebesar Rp 8.100.000 sehingga menghasilkan biaya produksi netto
sebesar Rp7.500.000. Pegurangan ini menyebabkan biaya per unit rata-rata menjadi Rp464,07 (7.500.000+250.000 : 16.700) Konsekuansinya persediaan akhir sebesar Rp 1.600.000,00
menjadi Rp1.485.024,00
PT. ABC
Laporan Laba Rugi
Periode 31 Desember 2000
Penjualan Rp
10.125.000
Harga
Pokok Penjualan :
Persediaan
awal
(500x500) Rp 250.000
Total
biaya produksi (16.200 x
500) Rp 8.100.000
Pendapatan
penjualan Produk Sampingan Rp 600.000-
Rp 7.500.000+
Tersedia
dijual Rp 7.750.000
Persediaan
akhir (3.200 x 464,07) Rp 1.485.024 -
Rp 6.264.976 -
Laba Kotor Rp 3.860.024
Beban
pemasaran dan
administrasi Rp 2.925.000 -
Laba
operasi Rp 935.024
e.
Metode Nilai Pasar atau Reversal Cost Method.
Metode perlakuan produk sampingan ini pada dasarnya sama
dengan metode terakhir yang telah dibicarakan diatas. Ada perbedaan sedikit
diantara keduanya, yaitu kalau pada metode terakhir yang dikurangkan dari total
biaya produksi adalah pendapatan penjualan produk sampingan, sedangkan pada
metode nilai pasar ini yang di kurangkan adalah taksiran nilai pasar produk
sampingan. Metode ini mencoba menaksir biaya produk sampingan dengan titik
tolak dari nilai pasarnya
Contoh:
PT. ABC
Laporan Laba Rugi
Periode 31 Desember 2000
Biaya
bersama Rp. 6.400.000
Taksiran pendapatan penjualan produk sampingan
5000 Kg
x Rp
80
Rp 400.000
dikurangi dengan:
Taksiran
laba bruto 15% x Rp
400.000
Rp 60.000
Taksiran
biaya pemasaran 5% x Rp
400.000 Rp 20.000
Biaya
pengolahan produk sampingan saat terpisah Rp 70.000 +
Rp 150.000 -
Taksiran biaya produk saat
terpisah Rp
250.000
Taksiran biaya tambahan setelah produk sampingan
Terpisah
dari produk
utama
Rp 70.000 +
Harga pokok produk
sampingan Rp
320.000
Nilai produk sampingan yang harus dikurang dari :
Biaya
bersama pada saat terpisah
Rp 250.000 -
Harga pokok produk
utama
Rp
6.150.000
Harga pokok produk utama persatuan
Rp
153,75/ Kg
Rp
6.150.000 : 40.000 Kg
Harga pokok produk sampingan per
satuan Rp
64/ Kg
Rp 320.000 : 5.000 Kg
- Produk
sampingan memerlukan proses lanjutan setelah dipisah dari produk utama
atau pengakuan atas
pendapatan bersih.
Dalam
metode ini disadari
kebutuhan untuk membebankan sebagian biaya ke produksi sampingan. Tetapi bukan
berarti mengalokasikan biaya produk utama ke produk sampingan. Biaya pemrosesan
dan pemasaran produk sampingan setelah pemisahan dicatat dalam perkiraan yang
berbeda dengan produk utama. Angka-angka yang ada tetap akan diperhitungkan
didalam laporan laba-rugi sesuai dengan metode yang ada pada metode pertama. Ayat jurnal dalam metode ini juga
terdiri atas pembebanan biaya setelah pemisahan (proses lanjutan) terhadap
hasil penjualan produk sampingan. Beban pemasaran dan administrasi
juga dialokasikan kedalam produk sampingan sesuai tarif yang telah direncanakan
sebelumnya.
Dalam
metode ini hasil penjualan bersih produk sampingan dapat dihitung, yaitu :
Penjualan/pendapatan
produk
sampingan Rp xxxxxx
Biaya
proses lanjutan produk sampingan Rp xxxxxx
Biaya
pemasaran dan biaya administrasi Rp xxxxxx +
Rp xxxxxx +
Penjualan/
Pendapatan Bersih Produk Sampingan Rp xxxxxx
Pendapatan
bersih produk sampingan inilah yang nantinya akan dimaksukkan pada perhitungan
laporan laba-rugi.
Seperti
metode pertama, dalam menghitung harga pokok produk sampingan metode kedua juga
bisa dilkaukan dengan metode-metode yang ada pada metode pertama, yaitu:
1.
Diperlakukan sebagai penghasilan diluar usaha atau pendapatan lain-lain.
2.
Diperlakukan sebagai penambah penjualan atau pendapatan produk utama.
3.
Diperlakukan sebagai pengurang harga pokok penjualan.
4.
Diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi.
2.4.2 Metode
Harga Pokok
Dalam
metode ini pengalokasian biaya produk sampingan hampir sama dengan
produk bersama yaitu sebagian biaya bersama dialokasikan kepada produk
sampingan dan menentukan harga pokok persediaan produk sampingan dengan biaya
yang dialokasikan tersebut.
a. Metode Biaya Pengganti
(Replacement Cost Method)
Metode ini biasanya digunakan dalam perusahaan yang
produk sampingannya dipakai dalam pabrik sebagai bahan baku atau bahan
penolong. Harga pokok yang diperhitungkan dalam produk sampingan adalah sebesar
harga beli atau biaya pengganti yang berlaku dipasar. Jumlah ini kemudian
dikreditkan pada rekening barang dalam proses – biaya bahan baku, sehingga
mengurangi biaya produksi produk utama. pengurangan biaya produksi produk utama
ini akan mengakibatkan harga pokok persatuan persediaan produk utama menjadi
lebih rendah.
Contoh:
Diketahui data berikut ini:
Jumlah biaya produksi untuk 18.000 Kg produk
utama
Rp 27.000
Pendapatan penjualan produk utama 15.000 x Rp
3,00
Rp
45.000
Biaya pengganti produk sampingan yg digunakan dlm pengolahan produk
utama
Rp
1.800
Biaya pemasaran dan administrasi &
umum
Rp 4.000
Persediaan akhir produk
utama
3.000
PT. ABC
Laporan Laba Rugi
Periode 31 Desember 2000
Pendapatan penjualan produk
utama Rp 45.000
Harga pokok penjualan:
Biaya
Produksi (18.000 Kg produk
utama) Rp 27.000
Dikurangi: biaya pengganti produk
sampingan Rp 1.800 -
Rp 25.200
Dikurangi: Persediaan akhir 3.000 Kg x (Rp 25.200 :
18.000) Rp 4.200 -
Rp 21.000
Laba
bruto
Rp 24.000
Biaya pemasaran dan Administrasi &
Umum Rp 4.000 -
Laba bersih sebelum
PPh Rp 20.000
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Produk Bersama ialah Biaya sejak awal proses, meliputi biaya bahan
baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik,yang dikeluarkan
untuk mengelola beberapa jenis produk , Produk Sampingan (By Product) adalah produk yang bernilai total relatif
kecil dan diproduksi secara berbarengan dengan produk yang bernilai lebih
besar. Produk yang nilainya lebih besar biasa disebut dengan produk utama.
Contoh produk sampingan adalah penggilingan
padi yang dapat menghasilkan beras mempunyai sisa dalam bentuk dedak. Beras
merupakan produk utama sedangkan dedak produk sampingan
Dalam Produk Bersama (Joint-Product) Perusahaan pada umumnya menghadapi masalah pemasaran berbagai macam
produknya, karena masing-masing produk mempunyai masalah pemasaran dan harga
jual yang berbeda. Manajemen biasanya ingin mengetahui kontribusi masing-masing
produk pada pendapatan perusahan. Oleh karena itu, perlu diketahui secara
teliti biaya yang dibebankan pada masing-masing produk sebagai dasar
perhitungan harga pokok setiap produk.
Manfaat menghitung alokasi biaya dalam produk bersama adalah:
1. Menghitung
harga pokok dan menentukan nilai persediaan untuk tujuan pelaporan keuangan
internal dan eksternal.
2. Menilai persediaan untuk tujuan asuransi.
3. Menentukan nilai persediaan jika terjadi
kerusakan terhadap nilai barang yang rusak.
4. Biaya bahan yang hancur.
5. Menetukan biaya departemen atau divisi
untuk tujuan pengukuran kinerja eksekutif.
6. Pengaturan
tarif karena adanya sebagian produk atau jasa yang diproduksi dikenakan
peraturan harga.
7. Mengetahui
besarnya kontribusi masing-masing produk bersama terhadap total pendapatan
perusahaan.
8. Mengetahui
seluruh biaya produksi yang dibebankan ke masing-masing produk bersama
Biaya produk bersama dialokasikan ke setiap produk
bersama menggunakan metode nilai pasar, rata-rata biaya per
satuan, rata-rata tertimbang dan unit kuantitatif .
Sedangkan, Akuntansi/perhitungan untuk produk sampingan
yaitu dengan metode yang hanya melakukan pencatatan terhadap hasil penjualan
produk sampingan, tanpa menghitung harga pokok produk sampingan tersebut (metode
tanpa harga pokok / Non Cost Method). Dalam metode ini biaya-biaya produksi
hanya dibebankan ke produk utama, kemudian hasil penjualan produk sampingan
dicatat langsung sebagai pendapatan / pengurang terhadap biaya-biaya produksi.
Dalam metode ini terdapat beberapa cara perlakuan
terhadap hasil penjualan produk sampingan sebagai berikut :
a) Hasil penjualan produk sampingan
diperlakukan sebagai pendapatan lain-lain / pendapatan diluar usaha.
b) Hasil penjualan produk sampingan
diperlakukan sebagai tambahan terhadap hasil penjualan produk utama.
c) Hasil
produk sampingan diperlakukan mengurangi harga pokok penjualan.
d) Hasil penjualan produk sampingan
diperlakukan mengurangi total biaya produksi.
e) Nilai pasar produk sampingan
dikurangkan ke total biaya produksi (Metode Nilai Pasar / reversal Cost Method)
Serta metode yang membebankan biaya-biaya produksi ke
produk utama dan produk sampingan (Metode Harga Pokok / Cost Method). Dalam
metode ini biaya-biaya produksi dialokasikan baik ke produk utama maupun produk
sampingan. Sedangkan harga pokok produk sampingan ditetapkan sebesar harga beli
/ nilai pengganti (Replacement Cost) yang berlaku di pasar. Harga pokok
tersebut di kredit perkiraan “ Barang Dalam Proses Bahan Baku ”. Dengan
demikian biaya produksi (bahan baku) untuk produk utama berkurang.
3.2 Saran
Suatu perusahaan sebaiknya
mulai mempertimbangkan suatu kebijakan didalam perusahaannya didalam
menghitung berbagai produk yang dihasilkan serta dapat menggunakan
metode sistem Akuntansi
Produk Bersama dan Akuntansi Produk Sampingan. Karena
dengan menggunakan
metode-metode tersebut akan diperoleh
informasi maupun data keuangan serta harga pokok produksi yang lebih akurat,
efisien dan lebih efektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar